Sabtu, 15 Maret 2014

konsep dasar tes psikologi

Konsep Dasar Tes Psikologi


                Raja-raja pada zaman dahulu mempunyai cara menseleksi tentara, yang dibiarkan berada dalam keadaan haus, dibawa ke suatu telaga, kemudian diamati bagaimana caranya mereka minum; yang minum langsung tanpa mengambil air di tangannya itulah yang dianggap paling cocok untuk perang. Dengan cara-cara tersebut sebenarnya para manusia pada zaman dahulu sudah melakukan penilaian-penilaian dengan cara awam. Dengan berkembangnya ilmu, maka diciptakanlah berbagai alat yang lebih canggih untuk melakukan penilaian terhadap orang lain, contohnya seperti apa yang dilakukan oleh Rorschach dengan eksperimennya menggunakan gambar-gambar noda tinda dengan subyek-subyek yang menderita gangguan jiwa dan subyek normal.
A.     Pengertian Tes
Tes adalah pengukuran perangkat/teknik yang digunakan untuk mengukur perilaku, membantu dalam memahami dan memprediksi perilaku (dalam buku psychological testing).
Psikotest adalah seperangkat item yang dirancang untuk mengukur karakteristik manusia yang berhubungan dengan perilaku (dalam buku psychological testing).
            Untuk menilai seseorang atau sekelompok orang, cara-cara yang dilakukan adalah melalui observasi, wawancara dan data tingkah laku subyek; tiga hal ini oleh Levy telah dirangkum dengan istilah  psychodiagnostic matrix.
Tes merupakan salah satu cara untuk sampai pada penelitian terhadap seseorang; bukan satu-satunya cara, dan bukan pula hanya sebagai alat bantu. Kita harus mengetahui apa yang kita lihat, bagaimana melihat hal ini, dan baru menentukan apakah tes perlu atau tidak, dan kalau perlu test apa yang terbaik.
Interview  sebagai alat untuk memperoleh informasi dapat dilakukan dalam berbagai setting untuk keperluan yang umum maupun khusus. Pembagian jenis interview dapat didasarkan atas bagaimana cara pelaksanaannya: direktif/semi direktif, atau non direktif. Dapat juga atas isi pembicaraannya: data tentang hal yang objektif, data tentang pekerjaa, keluhan fisik, masa lalu dan sebagainya.
Observasi  adalah cara lain untuk assessment (kegiatan mengenali dan memahami orang lain dengan menggunakan metode-metode ilmiah untuk digunakan dalam keperluan-keperluan seleksi, konseling, bimbingan dan penelitian, Vernon (1971)).
            Dengan ketiga cara-cara tersebut, dapat mengukur perilaku manusia yang covert maupun yang overt.  Misalnya: inteligensi dapat diukur melalui tes sedangkan sifat dan bakat yang tidak dapat ukur melalui tes namun dengan melakukan observasi dan interview dengan tujuan menggali kekhususan seseorang.
B.      Sejarah Test dan Penggunaan Test dalam Praktek Psikologi

Pada tahun 1980, istilah “mental test” pertama kali dikemukakan oleh Cattell. Pada waktu itu test adalah tentang fungsi faa. Tes terdiri dari test kekuatan genggaman, test ambang 2 titik ( two point threshold), waktu reaksi atas bunyi, kecepatan menyebutkan menyebutkan warna, rentang ingatan tentang kata. Bolton pada tahun 1892 menganggap bahwa memori member infikasi tentang inteligensi. Lemudian hal ini terbukti tidak benar. Pada tahun 1895, Kraepelin mengemukakan sejumlah sifat yang dianggap dasar dalam melukiskan sifat manusia, dan sifat0sifat ini ditest dengan sejumlah test hitungan. Baru kemudian muncu test-test yang lebih kompleks, seperti test dari Binet dan Simon, yang merupakan tes inteligensi pertama. Pada tahun 1990, test-test yang sifatnya sederhana seperti yang terdapat pada  tahun 1890an kembali lagi digunakan dalam bidang neuropsikologi, setelah adanya perkembangan-perkembangan baru dalam penelitian tentang otak manusia.
Psikodiagnostik, sebagai kegiatan menilai orang lain dengan metode test oleh Walter Schraml dalam buku “Abrisz in der Klinischen psychologie ”, dibagi dalam 4 bidang yakni apa yang akan diselidiki (intensi), metode analisis apa yang digunakan, untuk apa dilakukan, dan dimana diterapkan.

        I.            Apa yang diselidiki
1.      Fungsi-fungsi, kemampuan-kemampuan atau kegiatan-kegiatan. Hal ini bisa bersifat psikis atau psikofisik. Juga bisa lagi dibedakan any=tara yang sederhana dan yang kompleks.
2.      Sifat dan struktur kepribadian pada saat ini
3.      Bagaimana terjadinya kepribadian dan bagaimana timbulnya konflik. Untuk tiaqp hal yang diselidiki ada test khusus.
      II.            Metode analisis yang digunakan
1.      Golongan pertama: fungsi, kemampuan dan kegiatan psikis/psikofisik digunakan cara-cara psikometrik yang kuantitatif, yang biasanya diarahkan untuk tujuan mengadakan diagnosis diferensial, yakni mencari kekhususan-kekhususan dan perbedaan-perbedaan
2.      Golongan kedua: struktur dan sifat kepribadian dengan menggunakan test-test dan analisisnya adalah interpretasi kuantitatif, dengan tujuan untuk mencari indikasi atau tanda-tanda. Interpretasi kuantitatif ialah melakukan penafsiran atas angka-angka yang dihasilkan oleh test, dimana penafsiran tersebut sifatnyamenyeluruh/tidak terpilah
3.      Golongan ketiga: terjadi konflik dalam kepribadian dilakukan test-test proyektif, yang dianalisis dengan metode interpretasi bebas atau interpretasi kualitatif. Metode ini tidak didasarkan oleh angka-angka, lebih ditekankan pada tata kualitatif dari tes.





C.      Jenis Tes

Seperti halnya ada banyak jenis perilaku, maka ada banyak pula jenis tes. Semua test tersebut diberikan hanya pada satu orang saja dalam satu waktu yaitu tes individu. Ada pula yang diberikan pada beberapa orang dalam satu waktu yaitu tes kelompok.

1.      Tes kemampuan
Mengukur kemampuan dalam hal kecepatan, keakuratan ataupun keduanya
a.      Prestasi: langkah-langkah pembelajaran sebelumnya
b.      Bakat: langkah-langkah yang potensial untuk memperoleh keterampilan tertentu
c.       Inteligensi: langkah-langkah potensial untuk memecahkan masalah, beradaptasi dengan keadaan yang berubah dan mengambil keuntungan (pembelajaran) dari pengalaman
2.      Tes kepribadian
Mengukur perilaku khas/sifat, temperamen dan disposisi
a.      Terstruktur (obyektif): menyediakan pernyataan “self report” dengan merespon “ya”/”tidak”, “benar”/”salah”
b.      Proyektif: memberikan tes dengan stimulus yang ambigu, persyaratan yang tidak jelas

D.     Prinsip-prinsip dalam tes psikologi
meliputi 2 hal terpenting yaitu reliable dan validitas. Reliable mengacu pada keakuratan, keandalan, konsistensi atau pengulangan hasil tes. Reliable juga mengacu pada tingkat pengujian yang bebas dari kesalahan pengukuran.
Validitas mengacu pada arti dan kegunaan dari hasil tes. Lebih spesifik lagi validitas mengacu pada kesimpulan atau interpretasi tertentu berdasarkan tes  yang sesuai


E.      Proses Assesment dan Hal-Hal yang Harus Diperhatikan
Ada berbagai kemungkinan bias yang dapat terjadi pada tiap jalur assessment yang harus disadari dan diatasi dengan sebaik-baiknya. Pengetahuan pemeriksa mengenai teori kepribadian, sikap pemeriksa terhadap orang yang dihadapim mempunyai pengaruh terhadap observasi yang dilakukan. Artinhya ada kemungkinan ia menseleksi suatu set informasi dari informasi yang ditampilkan oleh subyek yang diperiksa.
            Untuk keperluan pemeriksaan orang normal, misalnya dalam setting perusahaan atau pendidikan, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui  apakahada korelasi antara a,b,c,d dan e. atas dasar hasil penelitian maka dapat diputuskan untuk mengubah test atau mengkonstruksi test baru.
            Untuk keperluan pemeriksaan orang bermasalah yang masalahnya berakar pada kehidupan masa lalu/tak sadar, maka wawancara mendalam serta test proyektif lebih diperlukan untuk mendapatkan data yang berarti.

STANDAR UNTUK TESTING PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGIS

Bagian I. Standar-Standar Teknis untuk Penyusunan Tes dan Evaluasi
1.      Validitas
2.      Kehandalan dan kesalahan pengukuran
3.      Pengembangan dan revisi tes
4.      Pengukuran skala, penormaan, skor perbandingan, dan persamaan
5.      Penerbitan buku tes: buku pegangan teknis dan pedoman penggunaan tes
Bagian II. Standard Profesioan untuk Penggunaan tes
6.      Prinsip-prinsip umum penggunaan tes
7.      Testing klinis
8.      Testing pendidikan dan testing psikologis disekolah-sekolah
9.      Penggunaan tes dalam konseling
10.  Testing pekerjaan
11.  Pemberian lisensi dan sertifikat pekerjaan dan profesi
12.  Evaluasi program
Bagian III. Standar untuk Aplikasi Tertentu
13.  Pengetesn minoritas linguistic
14.  Pengetesan orang-orang yang memiliki kondisi tidak menguntungkan
Bagian IV. Standar untuk Prosedur Administrasi
15.  Adsminitrasi, scoring dan laporan tes
16.  Perlindungan atas hak-hak peserta tes

REFERENSI:
Markam, Suprapti S (1997) Kapita Selekta Psikodiagnostik. Jakarta. Badan penerbit Fakultas Psikologi UI
Anastasi, Anna & Urbina, Susana   psychological testing 7e
Kaplan, Robert M & Saccuzo, Dennis P 5h ed psychological testing



1 komentar:

  1. Apakah ada hubungan keterlambatan mahasiswa dengan prestasi belajar?
    Dari sudut pandang Psikologi Perkembangan
    a. Tahap operasional formal (tahap keempat dari tahap perkembangan Piaget)
    Menurut teori Piaget, mahasiswa masuk dalam golongan remaja dimana dijelaskan oleh Piaget remaja dalam tahap operasional formal (tahap keempat) pemikiran individu menjadi lebih abstrak, idealis dan logis. Remaja menjadi lebih mampu bernalar secara hipotesis-deduktif. Namun banyak juga yang tidak ditahap 4 tapi berusaha mengorsolidasikan pemikirannya, terdapat banyak variasi individual dari yang ditelah digambarkan oleh Piaget. Budaya dan pendidikan memberi dampak lebih kuat terhadap perkembangan kognitif dibandingkan yang Piaget bayangkan (Holzman,2009; Stenberg and William, 2010)
    b. Egosentrisme Remaja
    Pada saat remaja, terdapat egosentrime remaja. Egosentrisme remaja sendiri adalah kesadaran diri pada remaja. David Elkind (1976) berpendapat bahwa egosentrisme remaja mengandung dua komponen utama – imaginary audience dan personal fable. Audiens imajiner adalah keyakinan remaja bahwa orang lain berminat pada dirinya sebagaimana ia berminat pada dirinya sendiri, termasuk tingkah laku menarik perhatian. Sedanglan fabel pribadi adalah bagian dari egosentrime remaja yang mengandung penghayatan bahwa dirinya unik dan tidak terkalahkan.
    Bila dilihat dari audiens imajiner maka mahasiswa/ remaja merasa bahwa dengan ia melakukan hal yang tidak biasa dilakukan oleh orang lain makan orang lain akan berminat padanya karena ia tidak mengikuti peraturan yang ada (telat) dengan begitu ia mendapatkan perhatian dari orang lain. Dengan begitu ia merasa unik/ berbeda dengan orang lain (fabel pribadi)
    c. Mengambil keputusan
    Masa remaja adalah masa dimana seseorang diharapkan pada situasi yang lebih banyak melibatkan pengambilan, teman mana yang hendak dipilih, siapa yang akan diajak kencan, apakah akan melakukan hubungan seks, membeli sebuah mobil, kuliah dan seterusnya (Sunstein , 2008). Pengambilan keputusan remaja adalah model proses ganda (dual-process model), yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan di pengaruhi oleh dua sistem kognitif—analitis dan pengalamanyang saling berkompetisi (klacynznski 2001: Reyna & Farley, 2006). Dari penjelasan diatas, pengalaman berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Maka bisa disimpulkan mahasiswa pernah melakukan keterlambatan yang tidak disengaj, karena ia pernah melakukan keterlambatan tanpa mendapatkan konsekuensi yang memberatkan dirinya untuk melakukan hal tersebut lagi.




    Dari sudut pandang Psikologi Sosial
    a. Keluarga
    Pengawasan orang tua  aspek kunci peran manajerial dari pengasuhan pada remaja adalah pengawasan yang efektuf terhadap perkembangan remaja. Pengawasan mencakup pengaturan pilihan remaja atas setting sosial, aktivitas, sahabat dan usaha akademik. Keterbukaan remaja terhadap otang tua mengenal keberadaannya terkait dengan penyesuaian positif remaja.
    Banyak orangtua mengalami masa yang sulit ketika mendorong otonomi pada anak remajanya meskipun hal itu merupakan ciri utama dari remaja, remaja tidak sekedar terodorong untuk berpisah atau bebas dari orang tuanya. Kelekatan pada orang tuan juga dapat meningkatkan kemungkinan bahwa remaja akan kompeten secara sosial.
    Konflik antra orangtua dan remaja cenderung meningkat di masa remaja. Konflik itu biasanya konflik tingkat menengah (bukan konflik berat). Konflik-konflik itu juga dapat berkonstribusi positif bagi perkembangan otonomi dan identitas remaja.

    Dari sudut pandang Psikologi Pendidikan

    Konsep diri menurut Donald W Falker adalah satu set persepsi, ide dan sikap yang unik yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri.
    Konsep diri menurut
    Penelitian Prescott Lecky  prestasi akademik turun berhubungan atau sebagai akibat dari konsep si siswa tentang dirinya sendiri sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan untuk belajar


    Referensi:
    Santrock, John W Life Span Development
    Baron, Robert & Bryne, Donn Psikologi Sosial jilid 2

    BalasHapus