Konsep
Dasar Tes Psikologi
Raja-raja
pada zaman dahulu mempunyai cara menseleksi tentara, yang dibiarkan berada
dalam keadaan haus, dibawa ke suatu telaga, kemudian diamati bagaimana caranya
mereka minum; yang minum langsung tanpa mengambil air di tangannya itulah yang
dianggap paling cocok untuk perang. Dengan cara-cara tersebut sebenarnya para
manusia pada zaman dahulu sudah melakukan penilaian-penilaian dengan cara awam.
Dengan berkembangnya ilmu, maka diciptakanlah berbagai alat yang lebih canggih
untuk melakukan penilaian terhadap orang lain, contohnya seperti apa yang
dilakukan oleh Rorschach dengan eksperimennya menggunakan gambar-gambar noda
tinda dengan subyek-subyek yang menderita gangguan jiwa dan subyek normal.
A.
Pengertian Tes
Tes adalah pengukuran perangkat/teknik yang
digunakan untuk mengukur perilaku, membantu dalam memahami dan memprediksi
perilaku (dalam buku psychological
testing).
Psikotest adalah seperangkat item yang
dirancang untuk mengukur karakteristik manusia yang berhubungan dengan perilaku
(dalam buku psychological testing).
Untuk
menilai seseorang atau sekelompok orang, cara-cara yang dilakukan adalah
melalui observasi, wawancara dan data tingkah laku subyek; tiga hal ini oleh
Levy telah dirangkum dengan istilah psychodiagnostic matrix.
Tes merupakan salah satu cara untuk sampai pada
penelitian terhadap seseorang; bukan satu-satunya cara, dan bukan pula hanya
sebagai alat bantu. Kita harus mengetahui apa yang kita lihat, bagaimana
melihat hal ini, dan baru menentukan apakah tes perlu atau tidak, dan kalau
perlu test apa yang terbaik.
Interview
sebagai alat untuk memperoleh informasi dapat dilakukan dalam berbagai
setting untuk keperluan yang umum maupun khusus. Pembagian jenis interview
dapat didasarkan atas bagaimana cara pelaksanaannya: direktif/semi direktif,
atau non direktif. Dapat juga atas isi pembicaraannya: data tentang hal yang
objektif, data tentang pekerjaa, keluhan fisik, masa lalu dan sebagainya.
Observasi adalah
cara lain untuk assessment (kegiatan
mengenali dan memahami orang lain dengan menggunakan metode-metode ilmiah untuk
digunakan dalam keperluan-keperluan seleksi, konseling, bimbingan dan
penelitian, Vernon (1971)).
Dengan
ketiga cara-cara tersebut, dapat mengukur perilaku manusia yang covert maupun
yang overt. Misalnya: inteligensi dapat
diukur melalui tes sedangkan sifat dan bakat yang tidak dapat ukur melalui tes
namun dengan melakukan observasi dan interview dengan tujuan menggali
kekhususan seseorang.
B.
Sejarah Test dan Penggunaan Test dalam Praktek
Psikologi
Pada tahun 1980, istilah “mental test”
pertama kali dikemukakan oleh Cattell. Pada waktu itu test adalah tentang
fungsi faa. Tes terdiri dari test kekuatan genggaman, test ambang 2 titik ( two point threshold), waktu reaksi atas
bunyi, kecepatan menyebutkan menyebutkan warna, rentang ingatan tentang kata.
Bolton pada tahun 1892 menganggap bahwa memori member infikasi tentang
inteligensi. Lemudian hal ini terbukti tidak benar. Pada tahun 1895, Kraepelin
mengemukakan sejumlah sifat yang dianggap dasar dalam melukiskan sifat manusia,
dan sifat0sifat ini ditest dengan sejumlah test hitungan. Baru kemudian muncu
test-test yang lebih kompleks, seperti test dari Binet dan Simon, yang
merupakan tes inteligensi pertama. Pada tahun 1990, test-test yang sifatnya
sederhana seperti yang terdapat pada
tahun 1890an kembali lagi digunakan dalam bidang neuropsikologi, setelah
adanya perkembangan-perkembangan baru dalam penelitian tentang otak manusia.
Psikodiagnostik, sebagai kegiatan
menilai orang lain dengan metode test oleh Walter Schraml dalam buku “Abrisz in der Klinischen psychologie ”,
dibagi dalam 4 bidang yakni apa yang akan diselidiki (intensi), metode analisis
apa yang digunakan, untuk apa dilakukan, dan dimana diterapkan.
I.
Apa yang
diselidiki
1. Fungsi-fungsi, kemampuan-kemampuan atau
kegiatan-kegiatan. Hal ini bisa bersifat psikis atau psikofisik. Juga bisa lagi
dibedakan any=tara yang sederhana dan yang kompleks.
2. Sifat dan struktur kepribadian pada saat ini
3. Bagaimana terjadinya kepribadian dan bagaimana
timbulnya konflik. Untuk tiaqp hal yang diselidiki ada test khusus.
II.
Metode analisis
yang digunakan
1. Golongan pertama: fungsi, kemampuan dan
kegiatan psikis/psikofisik digunakan cara-cara psikometrik yang kuantitatif,
yang biasanya diarahkan untuk tujuan mengadakan diagnosis diferensial, yakni
mencari kekhususan-kekhususan dan perbedaan-perbedaan
2. Golongan kedua: struktur dan sifat kepribadian
dengan menggunakan test-test dan analisisnya adalah interpretasi kuantitatif,
dengan tujuan untuk mencari indikasi atau tanda-tanda. Interpretasi kuantitatif
ialah melakukan penafsiran atas angka-angka yang dihasilkan oleh test, dimana
penafsiran tersebut sifatnyamenyeluruh/tidak terpilah
3. Golongan ketiga: terjadi konflik dalam
kepribadian dilakukan test-test proyektif, yang dianalisis dengan metode
interpretasi bebas atau interpretasi kualitatif. Metode ini tidak didasarkan
oleh angka-angka, lebih ditekankan pada tata kualitatif dari tes.
C.
Jenis Tes
Seperti halnya ada banyak jenis perilaku, maka
ada banyak pula jenis tes. Semua test tersebut diberikan hanya pada satu orang
saja dalam satu waktu yaitu tes individu. Ada pula yang diberikan pada beberapa
orang dalam satu waktu yaitu tes kelompok.
1. Tes kemampuan
Mengukur
kemampuan dalam hal kecepatan, keakuratan ataupun keduanya
a. Prestasi: langkah-langkah pembelajaran
sebelumnya
b. Bakat: langkah-langkah yang potensial untuk
memperoleh keterampilan tertentu
c. Inteligensi: langkah-langkah potensial untuk
memecahkan masalah, beradaptasi dengan keadaan yang berubah dan mengambil
keuntungan (pembelajaran) dari pengalaman
2. Tes kepribadian
Mengukur
perilaku khas/sifat, temperamen dan disposisi
a. Terstruktur (obyektif): menyediakan pernyataan
“self report” dengan merespon
“ya”/”tidak”, “benar”/”salah”
b. Proyektif: memberikan tes dengan stimulus yang
ambigu, persyaratan yang tidak jelas
D. Prinsip-prinsip
dalam tes psikologi
meliputi 2 hal terpenting yaitu reliable dan
validitas. Reliable mengacu pada keakuratan, keandalan, konsistensi atau
pengulangan hasil tes. Reliable juga mengacu pada tingkat pengujian yang bebas
dari kesalahan pengukuran.
Validitas
mengacu pada arti dan kegunaan dari hasil tes. Lebih spesifik lagi validitas
mengacu pada kesimpulan atau interpretasi tertentu berdasarkan tes yang sesuai
E. Proses Assesment
dan Hal-Hal yang Harus Diperhatikan
Ada berbagai kemungkinan bias yang dapat
terjadi pada tiap jalur assessment yang
harus disadari dan diatasi dengan sebaik-baiknya. Pengetahuan pemeriksa
mengenai teori kepribadian, sikap pemeriksa terhadap orang yang dihadapim
mempunyai pengaruh terhadap observasi yang dilakukan. Artinhya ada kemungkinan
ia menseleksi suatu set informasi dari informasi yang ditampilkan oleh subyek
yang diperiksa.
Untuk keperluan pemeriksaan orang
normal, misalnya dalam setting perusahaan atau pendidikan, perlu diadakan
penelitian untuk mengetahui apakahada
korelasi antara a,b,c,d dan e. atas dasar hasil penelitian maka dapat
diputuskan untuk mengubah test atau mengkonstruksi test baru.
Untuk keperluan pemeriksaan orang
bermasalah yang masalahnya berakar pada kehidupan masa lalu/tak sadar, maka
wawancara mendalam serta test proyektif lebih diperlukan untuk mendapatkan data
yang berarti.
STANDAR UNTUK TESTING PENDIDIKAN DAN
PSIKOLOGIS
Bagian I.
Standar-Standar Teknis untuk Penyusunan Tes dan Evaluasi
1. Validitas
2. Kehandalan dan kesalahan pengukuran
3. Pengembangan dan revisi tes
4. Pengukuran skala, penormaan, skor
perbandingan, dan persamaan
5. Penerbitan buku tes: buku pegangan teknis dan
pedoman penggunaan tes
Bagian II. Standard Profesioan untuk
Penggunaan tes
6. Prinsip-prinsip umum penggunaan tes
7. Testing klinis
8. Testing pendidikan dan testing psikologis
disekolah-sekolah
9. Penggunaan tes dalam konseling
10. Testing pekerjaan
11. Pemberian lisensi dan sertifikat pekerjaan dan
profesi
12. Evaluasi program
Bagian III. Standar untuk Aplikasi Tertentu
13. Pengetesn minoritas linguistic
14. Pengetesan orang-orang yang memiliki kondisi
tidak menguntungkan
Bagian IV. Standar untuk Prosedur Administrasi
15. Adsminitrasi, scoring dan laporan tes
16. Perlindungan atas hak-hak peserta tes
REFERENSI:
Markam,
Suprapti S (1997) Kapita Selekta
Psikodiagnostik. Jakarta. Badan penerbit Fakultas Psikologi UI
Anastasi,
Anna & Urbina, Susana psychological testing 7e
Kaplan,
Robert M & Saccuzo, Dennis P 5h ed psychological
testing
Apakah ada hubungan keterlambatan mahasiswa dengan prestasi belajar?
BalasHapusDari sudut pandang Psikologi Perkembangan
a. Tahap operasional formal (tahap keempat dari tahap perkembangan Piaget)
Menurut teori Piaget, mahasiswa masuk dalam golongan remaja dimana dijelaskan oleh Piaget remaja dalam tahap operasional formal (tahap keempat) pemikiran individu menjadi lebih abstrak, idealis dan logis. Remaja menjadi lebih mampu bernalar secara hipotesis-deduktif. Namun banyak juga yang tidak ditahap 4 tapi berusaha mengorsolidasikan pemikirannya, terdapat banyak variasi individual dari yang ditelah digambarkan oleh Piaget. Budaya dan pendidikan memberi dampak lebih kuat terhadap perkembangan kognitif dibandingkan yang Piaget bayangkan (Holzman,2009; Stenberg and William, 2010)
b. Egosentrisme Remaja
Pada saat remaja, terdapat egosentrime remaja. Egosentrisme remaja sendiri adalah kesadaran diri pada remaja. David Elkind (1976) berpendapat bahwa egosentrisme remaja mengandung dua komponen utama – imaginary audience dan personal fable. Audiens imajiner adalah keyakinan remaja bahwa orang lain berminat pada dirinya sebagaimana ia berminat pada dirinya sendiri, termasuk tingkah laku menarik perhatian. Sedanglan fabel pribadi adalah bagian dari egosentrime remaja yang mengandung penghayatan bahwa dirinya unik dan tidak terkalahkan.
Bila dilihat dari audiens imajiner maka mahasiswa/ remaja merasa bahwa dengan ia melakukan hal yang tidak biasa dilakukan oleh orang lain makan orang lain akan berminat padanya karena ia tidak mengikuti peraturan yang ada (telat) dengan begitu ia mendapatkan perhatian dari orang lain. Dengan begitu ia merasa unik/ berbeda dengan orang lain (fabel pribadi)
c. Mengambil keputusan
Masa remaja adalah masa dimana seseorang diharapkan pada situasi yang lebih banyak melibatkan pengambilan, teman mana yang hendak dipilih, siapa yang akan diajak kencan, apakah akan melakukan hubungan seks, membeli sebuah mobil, kuliah dan seterusnya (Sunstein , 2008). Pengambilan keputusan remaja adalah model proses ganda (dual-process model), yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan di pengaruhi oleh dua sistem kognitif—analitis dan pengalamanyang saling berkompetisi (klacynznski 2001: Reyna & Farley, 2006). Dari penjelasan diatas, pengalaman berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Maka bisa disimpulkan mahasiswa pernah melakukan keterlambatan yang tidak disengaj, karena ia pernah melakukan keterlambatan tanpa mendapatkan konsekuensi yang memberatkan dirinya untuk melakukan hal tersebut lagi.
Dari sudut pandang Psikologi Sosial
a. Keluarga
Pengawasan orang tua aspek kunci peran manajerial dari pengasuhan pada remaja adalah pengawasan yang efektuf terhadap perkembangan remaja. Pengawasan mencakup pengaturan pilihan remaja atas setting sosial, aktivitas, sahabat dan usaha akademik. Keterbukaan remaja terhadap otang tua mengenal keberadaannya terkait dengan penyesuaian positif remaja.
Banyak orangtua mengalami masa yang sulit ketika mendorong otonomi pada anak remajanya meskipun hal itu merupakan ciri utama dari remaja, remaja tidak sekedar terodorong untuk berpisah atau bebas dari orang tuanya. Kelekatan pada orang tuan juga dapat meningkatkan kemungkinan bahwa remaja akan kompeten secara sosial.
Konflik antra orangtua dan remaja cenderung meningkat di masa remaja. Konflik itu biasanya konflik tingkat menengah (bukan konflik berat). Konflik-konflik itu juga dapat berkonstribusi positif bagi perkembangan otonomi dan identitas remaja.
Dari sudut pandang Psikologi Pendidikan
Konsep diri menurut Donald W Falker adalah satu set persepsi, ide dan sikap yang unik yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri.
Konsep diri menurut
Penelitian Prescott Lecky prestasi akademik turun berhubungan atau sebagai akibat dari konsep si siswa tentang dirinya sendiri sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan untuk belajar
Referensi:
Santrock, John W Life Span Development
Baron, Robert & Bryne, Donn Psikologi Sosial jilid 2