a) Definisi
Wawancara
Menurut Kerlinger (dalam Basuki,
2006) mengutarakan bahwa wawancara merupakan situasi peran antar pribadi
berhadapan muka (face to face) ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan
pertanyaan – pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relefan
dengan masalah penelitian pada seseorang yang diwawancarai atau informan.
Wawancara menurut Kartono adalah
suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan
proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara
fisik (dalam Basuki, 2006). Sedangkan menurut Denzin &
Lincoln (dalam Basuki, 2006) wawancara merupakan suatu percakapan, seni tanya
jawab dan mendengarkan. Ini bukan merupakan suatu alat yang netral, pewawancara
menciptakan situasi tanya jawab yang nyata.
Menurut Gulo (2000) wawancara adalah
bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Dalam wawancara,
komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dan biasanya peneliti dan
responden berhadapan langsung atau tatap muka, sehingga gerak dan mimik
responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Dengan
demikian selama berlangsungnya wawancara, peneliti
tidak hanya menangkap pemahaman dan ide, tetapi dapat pula menangkap hal–hal
yang tersirat, seperti emosi dan motif .
Wawancara adalah suatu percakapan
tahap muka dengan tujuan memperoleh informasi faktual untuk menaksir atau
menilai kepribadian seseorang atau dipakai untuk maksud-maksud bimbingan atau
terapis (Chaplin, 2000).
Wawancara menurut Narbuko (2002)
yaitu proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam
mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung
informasi–informasi atau keterangan–keterangan. Sedangkan menurut Banister
(dalam Poerwandari, 2001) mengatakan bahwa wawancara adalah percakapan dan tanya
jawab yang diarahkan mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan
untuk memperoleh pengetahuan tentang makna–makna subjektif yang dipahami
individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan dalam upaya melakukan
eksplorasi terhadap isu tersebut.
Menurut Sundberg
(1977) wawancara adalah “interview is a
sharing of perspectives and information between two people metting
together”. Jadi
dalam wawancara akan terjadi pertukaran pandangan dan informasi antara dua
orang yang bertemu.
Kesimpulan dari beberapa tokoh diatas yaitu wawancara
adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan
untuk dijawab secra lisan pula. Jadi, wawancara merupakan bentuk komunikasi
langsung antara peneliti dan responden, peneliti dapat mengamati
perilaku responden saat wawancara berlangsung. Setiap percakapan dan tanya
jawab diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Basuki, 2006).
b) Jenis-Jenis
Wawancara
Secara umum ada tiga pendekatan dalam memperoleh data
kualitatif melalui wawancara (Patton dalam Poerwandari, 1998) antara lain :
1) Wawancara
Konvensional Informal
Proses wawancara
didasarkan sepenuhnya pada berkembangnya pertanyaan-pertanyaan secara spontan
dalam interaksi alamiah. Tipe wawancara demikian umumnya dilakukan peneliti
yang melakukan observasi parsipasif. Dengan demikian, orang-orang yang diajak berbicara
mungkin tidak menyadari bahwa ia sedang di wawancarai secara sistematis untuk
menggali data.
2) Wawancara
Pedoman Umum
Dalam proses
wawancara ini, peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum,
yang menentukan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan,
bahwa mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan
untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus
menjadi daftar pengecekan (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah
dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman yang demikian, peneliti harus
memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut dapat dijabarkan secara kongkrit dalam
kalimat pertanyaan, sekaligus menyesuaikan dengan konteks aktual saat wawancara
berlangsung.
3) Wawancara
Berstruktur (Pedoman Terstandar yang Terbuka) Dalam bentuk wawancara ini,
pedoman wawancara ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan dan
penjabarannya dalam kalimat. Peneliti diharapkan dapat melaksanakan wawancara sesuai
konsekuensi yang tercantum, serta menanyakan dengan cara yang
sama dengan responden yang berbeda. Keluwesan dalam menjalani jawaban terbatas,
tergantung pada sifat wawancara dan keterampilan peneliti. Bentuk ini akan
efektif dilakukan bila penelitian melibatkan banyak pewawancara, sehingga
peneliti perlu mengadministrasikan upaya-upaya tertentu untuk meminimalkan
variasi sekaligus mengambil langkah-langkah menyeragaman pendekatan tersebut
terhadap subjek.
Menurut Narbuko (2002) prosedur wawancara dibagi atas
tiga macam, yaitu :
a) Wawancara Bebas
(Wawancara Tak Terpimpin)
Proses
wawancara dimana interviewer tidak secara sengaja mengarahkan tanya jawab pada
pokok – pokok persoalan dari fokus penelitian dan interviewer (orang yang
diwawancarai).
b) Wawancara
Terpimpin
Disebut dengan interviewer
guide. Controlled interviewer atau Structured interview yaitu wawancara yang menggunakan panduan pokok– pokok masalah yang diteliti.
c) Wawancara Bebas
Terpimpin
Merupakan
kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Jadi, pewawancara hanya membuat
pokok–pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara
berlangsung mengikuti situasi pewawancara harus pandai mengarahkan yang
diwawancarai apabila ternyata ia menyimpang.
Sedangkan menurut Narbuko (2002), sasaran penjawabnya wawancara
terbagi atas dua macam, yaitu :
a) Wawancara
Perorangan adalah apabila proses tanya jawab tatap muka itu berlangsung secara
langsung antara pewawancara dengan seseorang yang diwawancarai.
b)
Wawancara Berkelompok adalah apabila proses interview
itu berlangsung sekaligus dua orang
pewawancara atau lebih menghadapi dua orang atau lebih yang diwawancarai.
Menurut (Poerwandari,2001) sebuah wawancara dikatakan
ilmiah bila telah memenuhi beberapa persyaratan seperti :
1. Sebelum
wawancara dilakukan, pewawancara harus sudah tahu akan hal–hal apa yang hendak
ditanyakannya.
2. Menciptakan
hubungan baik (rapport) guna menghilangkan kecemasan dan membangkitkan
keinginannya untuk bekerjasama.
3. Peneliti atau
wawancara harus waspada terhadap saat–saat kritis, dimana responden mengalami kesulitan untuk memberi
jawaban.
4. Setelah
wawancara selesai usahakan agar responden tidak merasa “habis manis sepah
dibuang”.
Jika dilihat dar tujuannya, wawancara
dapat dibedakan menjadi 3 macam wawancara, ialah sebagai berikut:
1. Wawancara untuk aplikasi organisasi
dan industry (personal interview).
Misalnya, wawancara dalam seleksi calon karyawan pabrik.
2. Wawancara untuk aplikasi klinis (clinical interview). misalnya wawancara
riwayat, keluhan dan riwayat hidup klien.
3. Wawancara untuk aplikasi riset (research interview). Misalnya di bidang
riset atau survey.
Sedangkan menurut bentuknya dapat
digolongkan menjadi 3 macam yakni:
1. Wawancara tak berstruktur atau bebas (non – structured interview) yaitu
wawancara dimana arah pembicara sekehendak, tidak terbimbing ke sesuatu tema
pokok tertentu.
2. Wawancara berstruktur (structured interview) yaitu wawancara
dimana hal – hal yang akan dibicarakan telah ditentukan terlebih dahulu
3. Wawancara terarah merupakan synthese dari kedua bentuk wawancara
yang telah dibicarakan diatas. Dimulai dengan bentuk tak berstruktur,
selanjutnya diikuti oleh wawancara berstruktur.
Hal2 yg perlu dipertimbangkan dalam Interview:
1.
Timing
2.
Content of Interview
3.
Maner of response: opened
response & closed response
4.
Feedback: paraphrasing
& perception checking
Wawancara memiliki peran penting dalam psikodiagnostik
sebagai metode untuk mendapatkan dan mencocokkan konstansi yang telah ditetapkan
berdasar atas metode – metode lain. Terutama dalam keadaan – keadaan dimana
diperlukan perlakuan secara individual, metode wawancara ini mempunyai peran
yang sangat besar.
c. Kekurangan dan Kelebihan Teknik Wawancara
Menurut Poerwandari (2001) teknik wawancara memiliki
kekurangan dan kelebihan, yaitu :
1). Kekurangan Teknik Wawancara
a) Peneliti
seakan-akan hanya mengkonsentrasikan diri pada jawaban dalam mengupayakan untuk
menyalinnya.
b) Apabila
pengetahuannya dibidang penelitian sangat terbatas berakibat kurang
pengembangan lebih lanjut, sehingga hasilnya kurang luas atau dalam.
c) Dapat
mempengaruhi psikologis pada responden, sehingga timbul kesan diperiksa atau
dinterogasi.
2). Kelebihan Teknik Wawancara
b. Suasana
pembicaraan akan lebih mengena, sebagaimana pembicaraan sehari-hari tetapi
terarah.
daftar pustaka
www.scribd.com
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009/Artikel_10501172.pdf
dari narasumber yang disebutkan, tidak ada bibliographi nya
BalasHapus