TEORI OBSERVASI
A. Pengertian
Menurut Pauline Young, observasi adalah suatu studi
yang dilakukan dengan sengaja/terencana dan sistematis melalui
penglihatan/pengamatan terhadap gejala-gejala spontan yang terjadi saat itu. Jakoda
mendefinisikan observasi secara lebih luas namun lebih kabur, yaitu bahwa
observasi adalah suatu cara yang paling dasar untuk mendapatkan informasi
mengenai gejala - gejala sosial melalui proses pengamatan.
B. Kedudukan Observasi dalam Psikodiagnostik
Kedudukan
observasi dalam psikodiagnostik berkaitan dengan proses penyelidikan untuk mengidentifikasi
dan memahami variabel psikologis untuk penegakan diagnosis psikologis.
C. Fungsi Observasi
1.
Sebagai metode pembantu
dalam penelitian yang bersifat eksploratif. Bila kita belum mengetahui sama
sekali permasalahan, biasanya penelitian-penelitian pertama
dilakukan
melalui pengamatan di tempat-tempat gejala terjadi.
2.
Sebagai metode pembantu
dalam penelitian yang sifatnya sudah lebih mendalam. Dalam hal ini, biasanya
observasi dijadikan sebagai metode pembantu untuk menunjang wawancara sebagai
metode utama. Observasi akan membantu untuk mengontrol/memeriksa di lapangan,
seberapa jauh hasil wawancara tersebut sesuai dengan fakta yang ada.
3.
Sebagai metode utama dalam
penelitian. Penelitian-penelitian yang menyangkut tingkah laku bayi maupun
hewan akan mempergunakan metode observasi.
D. Jenis- Jenis Observasi
Pada
dasarnya penggolongan jenis obervasi tidak dapat dibuat secara mutlak karena
antara jenis-jenis observasi besar kemungkinan akan terjadi tumpang tindih.
Namun, untuk memudahkan para ilmuwan dalam melakukan observasi, maka dibuatlah
penggolongan tersebut. Perbedaan jenis-jenis observasi lebih terletak pada
gradasinya saja. Berdasarkan prosedur dan pelaksanaannya, Pauline Young membagi
observasi menjadi 2 jenis, yaitu:
1.
Controlled Observation
(observasi terstruktur)
Controlled observation (Observasi terstruktur) adalah
suatu observasi yang prosedur dan pelaksanannya sangat ketat dan biasanya
dibantu dengan alat- alat yang peka, dan dalam lembar observasinya dipergunakan
proses kontrol yang memungkinkan observasi untuk dilakukan kembali. Oleh karena
itu lembar observasinya biasanya sangat terperinci dan rancangannya sangat
kompleks. Selain itu, biasanya sebelum observasi sesungguhnya dilakukan,
terlebih dahulu diadakan simulasi-simulasi
2.
Uncontrolled Observastion
(observasi tidak terstruktur)
Uncontrolled observation (observasi tidak terstruktur)
diartikan sebagai suatu proses observasi yang dilakukan secara spontan terhadap
suatu gejala tertentu tanpa mempergunakan alat-alat yang peka atau
pengontrolan kembali atas ketajaman hasil observasi tadi. Lembar observasi
sebagai pedoman pelaksanaan pun dibuat sangat sederhana, hanya berisi garis
besar pedoman tanpa suatu rancangan yang kompleks. Berdasarkan hubungan antara
observer dan gejala yang diobservasi, baik observasi terstruktur maupun yang
tidak terstruktur dapat dibedakan menjadi observasi partisipan dan observasi
nonpartisipan. Pada observasi partisipan, observer terlibat dengan situasi/lingkungan
dimana gejala terjadi. Jadi, tidak ada jarak antara observer dengan gejala yang
diobservasi. Sedangkan pada observasi nonpartisipan, observer memperlakukan dan
mempersiapkan dirinya sedemikian rupa sehingga dirinya benar-benar berada “di luar”
atau tidak terlibat dalam situasi, lingkungan, dan gejala yang diamati.
E. Keuntungan Metode Observasi
1.
Memungkinkan perekaman
gejala-gejala pada waktu terjadinya/apa adanya.
2.
Dengan pengamatan langsung
dapat mengetes kebenaran dan keyakinan peneliti, kebenaran data, dan menghapus
keraguan adanya bias.
3.
Ada studi sosial/psikologis
yang tidak mungkin menggunakan metode lain, Jadi metode observasi merupakan
satu-satunya metode yang dapat dilakukan. Contohnya: meneliti tingkah laku
hewan, anak-anak, bayi, orang yang terganggu jiwa, orang cacat mental.
4.
Observasi tidak tergantung
pada kemauan objek yang diobservasi untuk melaporkan atau menceritakan
pengalamannya. Misalnya: bila akan mengobservasi orang yang akan menempuh
ujian, maka tidak perlu menanyakan apakah orang yang diobservasi bersedia atau
tidak untuk diobservasi.
5.
Mampu memahami tingkah laku
yang kompleks dan situasi yang rumit.
6.
Memperoleh gambaran
berbagai tingkahlaku dalam waktu yang bersamaan.
F. Kelemahan Observasi
1.
Observasi sangat tergantung
pada individu yang melakukan observasi. Terjadi Hallo Effect.Tanpa pengarahan
yang terperinci akan diperoleh hasil yang sangat subjektif, dimana observer cenderung
menilai seseorang dengan sikap menggeneralisasikan penilaian (positif atau negatif).
Misalnya, jika kita menyukai seseorang, kita cenderung memberikan penilaian positif
padanya, dan untuk seterusnya akan timbul kecenderungan memberikan penilaian
positif. Demikian pula sebaliknya. Ada refleksi observer, yaitu ikut
berpengaruhnya struktur kepribadian observer (berkaitan dengan latar belakang
observer), yang tercermin dalam hasil observasinya terhadap orang yang diobservasi.
Selain itu juga pengaruh pengalaman-pengalaman emosional dapat tampil dalam kegiatan
observasi. Pengamatan bersifat selektif (berkaitan dengan keterbatasan
penglihatan secara fisiologis, juga berkaitan dengan minat dimana observer
cenderung mengamati hal-hal yang menonjol atau yang ingin diamati saja), Untuk
mengatasi kelemahan ini bisa dilakukan cara-cara berikut:
1.
Merumuskan tujuan
penelitian secara sangat terperinci dan menuangkannya ke dalam pola-pola tingkah
laku yang akan diobservasi secara jelas dan tajam. Melakukan perekaman hasil
observasi yang dibantu dengan alat-alat lain seperti kamera maupun audiovisual
lainnya. Melakukan observasi dengan 2 observer atau lebih yang berbeda latar
belakang, disiplin, maupun pendidikannya.Dalam melakukan observasi harus
dilakukan prosedur kontrol yang teliti, misalnya harus diuraikan secara jelas
apa yang harus diobservasi, bagaimana merekamnya, alat apa yang digunakan, dan bagaimana
menulis laporannya. Keseluruhan prosedur kontrol itu adalah untuk menjamin agar
observasi dapat diulang kembali.
2.
Observasi dipengaruhi oleh
responden yang diamati. Jika responden yang diamati mengetahui bahwa dirinya
sedang diobservasi, bisa terjadi Hawthorne Effect, yaitu suatu kecenderungan
pada individu untuk mengatur tingkah lakunya agar tampak menjadi lebih baik,
sehingga menjadi berbeda dari kondisi yang alamiah.
3.
Observasi bersifat terbatas
(harus menunggu munculnya gejala yang akan diobservasi). Keterbatasan
observasi, lebih-lebih observasi yang merupakan “observasi partisipasi” akan
meminta observer untuk menunggu gejala-gejala yang akan diamati. Misalnya: kita
akan mengobservasi ekspresi emosi anggota keluarga raja saat penguburan raja-raja
di Tanah Toraja.
4.
Sebagai metode, observasi
terbatas oleh kurun waktu. Misalnya untuk meneliti riwayat hidup seseorang.
5.
Observasi tidak mampu
menjelaskan dinamika tingkah laku.Misalnya: meneliti orang marah, hanya melihat
orang tersebut cemberut, wajah memerah, mata melotot, dsb, tapi tidak
mengetahui mengapa ia marah.
6.
Observasi tidak mampu
menggali ide, perasaan, sikap, dan tanggapan seseorang.
7.
Tidak banyak bidang yang
dapat diteliti dengan menggunakan observasi sebagai metode utama.
8.
Jika menggunakan alat, maka
kelemahannya adalah Biaya mahal. Tidak semua orang dapat menggunakan alat bantu
(perlu keahlian khusus) serta Bisa menimbulkan kecurigaan dari responden perlu
diantisipasi.
G. Syarat Observasi sebagai Metode Ilmiah
Untuk dapat menjadi suatu
metode ilmiah, maka observasi harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1.
observasi harus
dipergunakan dan dirumuskan menurut tujuan-tujuan penelitian tertentu (ada kerangka
teori tertentu, ada perumusan permasalahan, ada teknik-teknik tertentu)
2.
observasi harus
direncanakan secara sistematis observasi harus “dicatat” (direkam)
secara sistematis sehingga hasilnya dapat dianalisis dan diinterpretasikan.
3.
observasi harus dapat
diperiksa/diulang kembali (terutama validitas dan reliabilitasnya).
4.
observer harus objektif
5.
observer harus dapat
memisahkan antara fakta dengan interpretasi (penafsiran)
6.
observer harus memiliki
pengetahuan yang cukup tentang apa yang akan diobservasi.
7.
observer harus menentukan
tujuan observasi berikut aspek-aspeknya.
8.
observer harus memiliki
kualitas pribadi seperti sabar, toleran, menyenangi tugasnya, mampu bekerja dengan
waktu yang lama, mampu mengatasi perasaan, mempunyai rasa ingin tahu, dan mudah
menyesuaikan diri. Perlu diperhatikan bahwa kita tidak boleh mengabaikan apa
yang timbul pada waktu observasi dilaksanakan walaupun sesutau yang timbul itu
tidak termasuk dalam rencana/rancangan. Jadi kita tidak boleh mengabaikan hal-hal
yang timbul diluar rencana kita; kita tidak boleh terlalu kaku melaksanakan observasi
yang sudah direncanakan.
H. Suasana Psikologis
Saat melakukan observasi
biasanya ada suasana psikologis yang terjadi, baik pada observer maupun
responden, yaitu:
1.
Pada Observer:
Gembira sekaligus cemas menghadapi hal baru. Stres,
khawatir kehadirannya akan mempengaruhi apa yang akan diobservasi. Harus
berperan serta sekaligus menarik diri agar mampu melihat persoalan.
2.
Pada Responden:
Bila merasa diamati/dievaluasi, responden jadi
bertingkah laku tidak seperti biasa, menyesuaikan diri dengan norma observer. Feedback
dari observer mungkin mempengaruhi cara responden bertingkah laku. Karena
suasana psikologis bisa ikut mempengaruhi jalannya maupun hasil observasi, maka
perlu diatasi, dengan cara: Observer harus terlebih dahulu mengenali tempat
yang paling leluasa untuk melakukan observasi (misalnya kantin, perpustakaan,
dsb). Observer harus datang lebih awal daripada responden dan tidak
meninggalkan tempat sebelum kegiatan yang dilakukan responden selesai. Selain
itu, perhatikan beberapa hal: Usahakan responden tidak tahu dirinya sedang
diobservasi. Rumuskan apa yang akan diobservasi supaya observer tidak bingung. Hindari
prasangka dan subjektivitas. Gunakan alat mencatat hasil
observasi agar lancar (kecuali bila penelitian bersifat kualitatif murni, karena
dalam penelitian kualitatif yang menjadi alat adalah si peneliti itu sendiri;
si peneliti mengamati dan mencatat langsung apa pun yang terjadi). Lakukan
penafsiran/interpretasi hanya bila observasi sudah selesai dilakukan. Lakukan
prosedur kontrol yang teliti.
I. Penentuan Tujuan Observasi
Tujuan observasi harus bisa
menggambarkan What, Who, Where, When, dan How.
1.
What: Apa yang akan
diobservasi;
berkaitan
dengan tingkah laku yang akan diamati dan dicatat oleh observer. Tingkah laku
yang diamati adalah yang dapat didengar, dilihat, dihitung, dan diukur. Termasuk
kedalam tingkah laku ini adalah tingkah laku verbal dan nonverbal. Tingkah laku
verbal adalah tingkah laku yang berupa ungkapan kata-kata. Tingkah laku
nonverbal meliputi tingkah laku statis dan dinamis. Tingkah laku statis (status
present) adalah tingkah laku yang tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu
dengan cepat. Tingkah laku statis ini meliputi:
- Keadaan
fisik: bentuk/perawakan/proporsi tubuh
- Suara:
warna/karakteristik suara
- Performance:
cara berpakaian, cara menggunakan make- up, cara menata rambut, dsb.
- Tingkah laku dinamis adalah tingkah laku yang dapat
berubah dari waktu ke waktu.Tingkah laku
ini meliputi:
- Ekspresi wajah
- Gerakan tubuh
- Gesture
- Posture
- Orientasi ruang
- Distance/jarak
- Nada suara (tekanan,
volume) dan cara bicara (ritme)
Pencatatan
tingkah laku mana saja yang diamati, bisa dikategorikan kedalam 2 jenis, yaitu:
1) Event sampling, yaitu hanya mengamati beberapa
aspek tingkah laku pada suatu saat tertentu( tingkah laku tertentu saja). Misalnya
seorang observer mencatat tingkah laku agresif seorang anak saat ia bemain
dengan teman-temannya
2) Time sampling, yaitu mengamati dan mencatat apa
saja yang dilakukan individu (tingkah laku yang muncul) dalam waktu / periode tertentu.
Misalnya: dalam suatu kelompok bermain, seorang observer mengamati seorang anak
selama lima menit dan mencatat tingkah laku apa saja yang dilakukannya.
2.
Who: Siapa yang
diobservasi.
Misalnya
seseorang/kelompok/hewan.
3.
Where: Di mana observasi
akan berlangsung.
Hal ini berhubungan dengan derajat kontrol yang
dilakukan observerdan situasi observasi (setting):
a)
Field setting/ natural
setting: situasi alamiah, dilakukan di tempat individu biasanya berada, tanpa ada
kontrol tertentu terhadap situasi tsb. Contohnya: pasien di RS, anak2 dikelompok
bermain/ TK
b)
Simulated setting: situasi observasi
bila individu mendapat suatu stimulasi / rangsangan untuk tingkah laku tertentu,
misalnya situasi kerja atau situasi tes tidak sepenuhnya dikontrol
c)
Laboratory setting: observasi
yg dilakukan dalam suatu labrotorium dengan kontrol situasi yg cukup ketat, contoh:
eksperimen Albert Bandura untuk mengetahui
agresi anak2 TK
4.
When: Waktu observasi dilakukan
dan waktu pencatatan.
Waktu observasi dilakukan, misalnya: siang, malam,
setiap ½ jam, setiap 10 jam, dsb. Waktu pencatatan terbagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
a)
Pencatatan langsung (immediate
recording), yaitu pencatatan dilakukan ketika atau segera setelah pengamatan
berlangsung.
b)
Pencatatan retrospektif (retrospektif
recording), yaitu pencatatan dilakukan setelah observasi selesai. Yang peru diperhatikan
dalam pencatatan jenis ini adalah terjadinya faktor lupa.
5.
How: Bagaimana gejala ini
diamati.
Hal ini berkaitan dengan teknik/cara pengambilandata, yaitu
melalui observasi partisipasi atau observasi nonpartisipasi.
a)
Observasi partisipasi yaitu
suatu cara observasi dimana observer turut serta dalam kegiatan yang diamati.
Hal ini dilakukan untuk memperoleh data tingkah laku individu yang wajar, tidak
dibuat-buat, tidak dilandasi perasaan curiga atau perasaan sedang diamati.
Misalnya: observer turut bermain dengan anak-anak yang sedang diobservasi, atau
observer ikut mengambil peranan sebagai pegawai di sebuah perusahaan yang
sedang ia amati.
b)
Observasi nonpartisipasi,
yaitu observer tidak ikut serta dalam kegiatan individu yang diobservasi. Observer
benar-benar berperan sebagai penonton, pengamat, dan pencatat tingkah laku yang
sedang diobservasi.
J. Penyusunan Lembar Observasi
Lembar Observasi adalah
pedoman terperinci yang berisi langkah-langkah melakukan observasi, mulai dari
perumusan masalah, kerangka teori untuk menjabarkan tingkah laku yang akan diobservasi,
prosedur dan teknik perekaman, dan kriteria analisis dan interpretasi. Pelopor
penyusunan lembar observasi untuk pengamatan tingkah laku adalah Dr. Dorothy
Thomas dan Dr. Charlotte Buhler. Kedua tokoh ini menemukan cara mereka pada
saat melakukan observasi dalam
setting situasi bermain
anak-anak balita sewaktu mereka bertemu pertama kali di taman kanak-kanak. Untuk
menyusun lembar observasi ini, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah
sebagai
berikut:
1.
Lakukan terlebih dahulu
studi pendahuluan, dengan cara:
a)
Mengamati gejala (misalnya:
tingkah laku, situasi perusahaan, dll) yang identik dengan gejala yang akan
diamati.
b)
Mencoba menggolongkan
penampilan/gejala
c)
Mencoba menuangkan butir a
dan b dalam lembar rekaman observasi dengan format tertentu.
2.
Tentukan tujuan observasi
secara jelas dan terperinci.
Tujuan
mencakup:
What,
Who, Where, When, dan How. (Tujuan telah dijelaskan secara rinci pada sub topik
terdahulu).
3.
Jabarkan secara tajam dan
terperinci tujuan tersebut dalam elemen-elemen tingkah laku yang akan diobservasi.
4.
Rumuskan secara tajam kerangka
teori yang menunjang penjabaran elemen-elemen tingkah laku tadi.
5.
Tuangkan elemen-elementingkah
laku tersebut kedalam suatu lembar rekaman observasi (recording sheet), dengan
sistem pencatatannya.
6.
Bila hasil observasi akan
dijadikan data kuantitatif, tentukan terlebih dahulu kriteria, skor, dan elemen-elemen
tingkah laku untuk analisis.
7.
Tentukan kerangka analisis
secara teoritis untuk membantu interpretasi hasil observasi.
8.
Observasi dilakukan paling
sedikit oleh 2 orang observer dengan catatan waktu, tanggal, dan tempat kejadian
observasi.
Daftar pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar